Kabar yang cukup menggemparkan datang dari Pulau Dewata. Baru-baru ini Pemerintah Daerah Provinsi Bali telah merancang regulasi baru untuk dunia wisata mereka. Aturan ini berkaitan erat dengan pengemudi taksi online di pulau tersebut yang telah menjadi masalah yang berlangsung lama.
Sebelumnya, pada bulan Maret 2025 lalu, Gubernur Bali Wayan Koster dilaporkan telah mengumumkan rencana pelarangan bagi pengemudi kendaraan wisata yang bukan berasal dari Bali. Tampaknya rencana itu akan diterapkan dalam waktu mendatang. Para pengamat berpendapat, hal ini akan menimbulkan pergesekan dan permusuhan ‘tak kasat mata’ antara pencari nafkah lokal dengan pendatang, dan berpotensi menjadi seperti ‘api dalam sekam.’
Fakta bahwa selama beberapa tahun terakhir, ketegangan telah meningkat di antara pengemudi taksi Bali dan non-Bali, serta antara mereka yang menggunakan aplikasi taksi online untuk mencari penumpang dan mereka yang beroperasi langsung dengan pelanggan. Dikeluhkan oleh banyak pihak, baik sopir taksi dan sopir pemandu wisata bahwa pasar nafkah mereka telah dibanjiri oleh sopir yang datang dari provinsi lain di Indonesia untuk bekerja di sana. Ada juga kekhawatiran yang meningkat bahwa sopir taksi online tidak cukup dikontrol atau diatur dalam memanfaatkan pasar.
Ketegangan yang telah lama berlangsung antara sopir taksi Bali dan sopir taksi non-Bali ini diupayakan untuk didapatkan solusi. Walupun demikian, kebijakan ini tidak lepas dari kontroversi. Sementara sebagian orang merasa ini merupakan langkah positif dalam memperkenalkan standarisasi di sektor taksi yang dapat memberikan manfaat bagi penumpang secara keseluruhan, pihak lain khawatir kebijakan ini diskriminatif terhadap pekerja non-Bali di provinsi tersebut.



